Trenggalek. patroli-news.com
Proyek saluran irigasi yang digulirkan oleh Balai Besar Provinsi Jawa Timur ke sejumlah desa, termasuk Desa Gembleb, Kecamatan Pogalan, menuai sorotan tajam. Proyek yang seharusnya menjadi solusi peningkatan infrastruktur pertanian ini justru menyisakan tanda tanya besar terkait transparansi anggaran dan pelaksanaan di lapangan.
Proyek yang dikerjakan secara swakelola ini tidak disertai dengan papan informasi proyek sebagaimana diatur dalam regulasi. Padahal, Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mewajibkan setiap badan publik untuk membuka akses informasi kepada masyarakat, termasuk rincian anggaran dan volume pekerjaan.
Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menegaskan pentingnya prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapan pengadaan. Hal ini diperkuat oleh Peraturan Menteri PUPR yang mewajibkan pemasangan papan informasi proyek sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik.
Namun, di lapangan, warga Desa Gembleb mengeluhkan tidak adanya kejelasan mengenai nilai anggaran, volume pekerjaan, serta siapa pelaksana teknis proyek tersebut. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa proyek tersebut berpotensi menjadi “proyek siluman” yang rawan penyimpangan.
Jabatan Rangkap: Pelanggaran Aturan?
Tak hanya soal transparansi proyek, polemik juga muncul terkait rangkap jabatan yang dilakukan oleh salah satu anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berinisial BS. Ia diketahui juga menjabat sebagai pelaksana Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) di desa yang sama.
Padahal, berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa serta Permendagri No. 110 Tahun 2016 tentang BPD, anggota BPD dilarang merangkap jabatan lain yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Praktik ini dikhawatirkan mencederai prinsip tata kelola pemerintahan desa yang baik dan bersih.
Desakan Transparansi dan Evaluasi
Masyarakat dan pegiat antikorupsi mendesak agar pemerintah daerah dan instansi terkait segera melakukan audit terhadap proyek irigasi di Desa Gembleb. Selain itu, perlu ada evaluasi terhadap potensi pelanggaran etika dan hukum oleh pejabat desa yang merangkap jabatan.
“Transparansi bukan pilihan, tapi kewajiban. Jika dibiarkan, praktik seperti ini bisa menjadi preseden buruk bagi tata kelola desa,” ujar seorang aktivis lokal yang enggan disebutkan namanya.
"(TER)"
